Istilah
bilingualisme, bilingual, dan bilingualitas mempunyai makna yang berbeda.
Ketiga istilah tersebut selalu dikaitkan dengan ilmu penerjemahan. Untuk
mendapatkan hasil terjemahan yang baik, seorang penerjemah harus bisa memahami BSa
dan juga BSu. Seseorang yang mempunyai kemampuan dua bahasa dengan baik
dianggap bisa pula menerjemahkan dengan baik. Hal tersebut ditentang oleh para
pakar penerjemahan. Dalam hal ini perlu dijelaskan lebih lanjut kemampuan
bilingual tersebut.
I.
DEFINISI BILINGUAL,
BILINGUALISME, DAN BILINGUALITAS
Bilingual dalam Cobuild
English Dictionary (1987), diartikan sebagai (1) involving or using two
languages (bilingual education), (2) someone who is bilingual can speak two
languages extremely fluently, usually because they learn both languages as a
child.
Bilingual menurut Concise Oxford Dictionary
diartikan sebagai Having, speaking, spoken or written in, two languages.
Dari kedua definisi diatas bisa disimpulkan bahwa bilingual
adalah orang yang lancer berbicara dan menulis dalam dua bahasa. Bilingual
mengacu kepada orang yang mempunyai kemampuan dalam menguasai dua bahasa.
Istilah
bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut juga
kedwibahasaan. Dari istilahnya secara harfiah sudah dapat dipahami apa yang
dimaksud dengan bilingualisme itu, yaitu berkenaan dengan penggunaan dua bahasa
atau dua kode bahasa. Secara sosiolinguistik secara umum, bilinguslisme
diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya
dengan orang lain secara bergantian (Mackey 1962:12, Fishman 1975:73). Menurut
Robert Lado (1964-214), bilingualisme diartikan sebagai berikut:
Kedwibahasaan merupakan kemampuan
berbicara dua bahasa dengan sama atau hampir sama baiknya. Secara teknis
pendapat ini mengacu pada pengetahuan dua bahasa, bagaimana tingkatnya oleh
seseorang.
Sedangkan
Bloomfield (1958:56)
mengatakan bahwa kedwibahasaan merupakan kemampuan untuk menggunakan dua
bahasa yang sama baiknya oleh seorang penutur. Merumuskan kedwibahasaan sebagai
penguasaan yang sama baiknya atas dua bahasa atau native like control of two
languages. Penguasaan dua bahasa dengan kelancaran dan ketepatan yang sama
seperti penutur asli sangatlah sulit diukur.
Dari pengertian – pengertian di atas
bisa disimpulkan bahwa bilingualisme (kedwibahasaan) adalah kebiasaan atau
situasi dalam menggunakan dua bahasa secara bergantian. Sedangkan
kemampuan untuk menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas (dalam bahasa
Indonesia disebut juga kedwibahasawanan).
Bilingualisme dibagi menjadi
beberapa jenis berdasarkan tipe tipologi kedwibahasaan:
1. Kedwibahasaan
Majemuk (compound bilingualism)
Kedwibahasaan
yang menunjukkan bahwa kemampuan berbahasa salah satu bahasa lebih baik dari
pada kemampuan berbahasa bahasa yang lain. Kedwibahasaan ini didasarkan pada
kaitan antara B1 dengan B2 yang dikuasai oleh dwibahasawan. Kedua bahasa
dikuasai oleh dwibahasawan tetapi berdiri sendiri-dendiri.
2. Kedwibahasaan
Koordinatif / sejajar.
Kedwibahasaan
yang menunjukkan bahwa pemakaian dua bahasa sama-sama baik oleh seorang
individu. Kedwibahasaan seimbang dikaitkan dengan taraf penguasaan B1 dan B2.
Orang yang sama mahirnya dalam dua bahasa.
3. Kedwibahasaan
Sub-ordinatif (kompleks)
Kedwibahasaan
yang menunjukkan bahwa seorang individu pada saat memakai B1 sering memasukkan
B2 atau sebaliknya. Kedwibahasaan ini dihubungkan dengan situasi yang dihadapi
B1. Adalah sekelompok kecil yang dikelilingi dan didominasi oleh masyarakat
suatu bahasa yang besar sehinga masyarakat kecil ini dimungkinkan dapat
kehilangan B1-nya.
II. PENERJEMAHAN
DAN BILINGUALISME
Penerjamahan
menurut Nida dan Taber (1969) adalah:
Translating consists of reproducing in
the receptor language the closet natural equivalent of the source language message,
first in terms of meaning and secondly in terms of style.
Dari definisi diatas bisa dijelaskan bahwa
penerjemahan adalah usaha dalam menciptakan kembali pesan dalam BSu ke dalam
BSa dengan padanan yang sedekat mungkin dalam hal makna dan gaya. Selain itu
penerjemahan juga selalu ditandai oleh perbedaan sistem dan budaya anatara BSu
dan BSa. Untuk mencari padanan dalam hal makna, gaya dan budaya ini, seorang
penerjemah harus mempunyai kompetansi bilingualisme yang baik. Bilingualisme
memang sangat dibutuhkan dalam penerjemahan tetapi orang yang mempunyai
kemampuan dalam memahami dua bahasa belum tentu bisa dkatakan sebagai
penerjemah dan belum tentu bisa menerjemahkan dengan baik. Kompetensi lain
selain bilingualisme juga harus dikuasai.
Seguinot (1997: 106) berpendapat bahwa penerjemahan
tidak hanya melibatkan bilingualisme. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
tidak semua orang yang menguasai dua bahasa dapat menerjemahkan dengan baik. Seorang
bilingual adalah orang yang mampu menyampaikan pikiran atau ide mereka sendiri
dan mengekspresikan ide – ide tersebut secara lisan dalam dua bahasa, yaitu
bahasa asli mereka (misalnya Bahasa Indonesia) dan bahasa kedua mereka (Bahasa
Inggris). Seorang penerjemah (translator) harus mampu membaca, memahami, dan
menguasai ide – ide orang lain, kemudian menerjemahkan ide – ide tersebut
secara akurat, komplet, dan berterima dalam BSu maupun BSa tanpa distorsi dalam
bahasa lain. Dengan kata lain, bisa disimpulkan bahwa seorang penerjemah adalah
pembaca yang pandai dalam bahasa sumber dan penulis yang pandai juga dalam
bahasa sasaran.
Dalam melakukan penerjemahan, seorang penerjemah
harus bisa mentransfer makna. Seorang penerjemah harus seorang yang mempunyai
kemampuan bilingualisme atau mampu memahami kedua bahasa dalam BSu dan BSa. Ada
dua jenis penerjemahan yaitu penerjemahan tertulis dan penerjemahan lisan atau
biasa disebut interpretation. Dengan kemampuan bilingualisme yang baik, dan
didukung dengan pemahaman budaya, seorang penerjemah dan interpreter bisa
mentransfer makan BSu ke dalam BSa dengan baik.
Untuk menjadi seorang penerjemah yang baik,
penerjemah tersebut juga harus menjadi seorang bilingual. Kemampuan bilingual
yang baik akan membantu seorang penerjemah dalam menghasilkan terjemahan yang
berkualitas.
Bilingualisme dan penerjemahan tidak bisa
dipisahkan, karena penerjemahan membutuhkan kemampuan dalam memahami dua
bahasa. Hubungan bilingualisme dan penerjemahan yang lain juga dipaparkan oleh
Paul A kolers (1973). Dia mengatakan bahwa orang dengan kemampuan bilingual
mempunyai cara yang berbeda dengan penerjemahan dalam kamus dalam menerjemahkan
sebuah kata. Orang dengan kemampuan bilingualisme biasanya lebih bermakna dalam
menerjemahkan sebuah kata. Dalam menerjemahkan, mereka juga menyesuaikan kata –
kata tersebut dengan budaya Bahasa sasaran.
Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa seorang
penerjemah pasti mempunyai kompetensi bilingual, tetapi seorang bilingual belum
tentu bisa menjadi penerjemah yang baik.
References
Kadosh, Albert. 2007. Translation and Bilingualism.
Nababan, M.R. 2008. Kompetensi
Penerjemahan dan Dampaknya Pada Kualitas Terjemahan. Pidato pengukuhan guru
besar penerjemahan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta: UNS.
Zuchridin S & Sugeng H. 2003. Translation. Bahasa Teori & Penuntun Praktis Menerjemahkan.
Yogya: Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar