Kamis, 17 Desember 2015

KOMPETENSI BILINGUALISME DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENERJEMAHAN



Istilah bilingualisme, bilingual, dan bilingualitas mempunyai makna yang berbeda. Ketiga istilah tersebut selalu dikaitkan dengan ilmu penerjemahan. Untuk mendapatkan hasil terjemahan yang baik, seorang penerjemah harus bisa memahami BSa dan juga BSu. Seseorang yang mempunyai kemampuan dua bahasa dengan baik dianggap bisa pula menerjemahkan dengan baik. Hal tersebut ditentang oleh para pakar penerjemahan. Dalam hal ini perlu dijelaskan lebih lanjut kemampuan bilingual tersebut.

I.         DEFINISI BILINGUAL, BILINGUALISME, DAN BILINGUALITAS
Bilingual dalam Cobuild English Dictionary (1987), diartikan sebagai (1) involving or using two languages (bilingual education), (2) someone who is bilingual can speak two languages extremely fluently, usually because they learn both languages as a child.
Bilingual menurut Concise Oxford Dictionary diartikan sebagai Having, speaking, spoken or written in, two languages.
Dari kedua definisi diatas bisa disimpulkan bahwa bilingual adalah orang yang lancer berbicara dan menulis dalam dua bahasa. Bilingual mengacu kepada orang yang mempunyai kemampuan dalam menguasai dua bahasa.

Istilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Dari istilahnya secara harfiah sudah dapat dipahami apa yang dimaksud dengan bilingualisme itu, yaitu berkenaan dengan penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Secara sosiolinguistik secara umum, bilinguslisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Mackey 1962:12, Fishman 1975:73). Menurut Robert Lado (1964-214), bilingualisme diartikan sebagai berikut: 

Kedwibahasaan merupakan kemampuan berbicara dua bahasa dengan sama atau hampir sama baiknya. Secara teknis pendapat ini mengacu pada pengetahuan dua bahasa, bagaimana tingkatnya oleh seseorang.

Sedangkan Bloomfield (1958:56) mengatakan bahwa kedwibahasaan merupakan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa yang sama baiknya oleh seorang penutur. Merumuskan kedwibahasaan sebagai penguasaan yang sama baiknya atas dua bahasa atau native like control of two languages. Penguasaan dua bahasa dengan kelancaran dan ketepatan yang sama seperti penutur asli sangatlah sulit diukur.
Dari pengertian – pengertian di atas bisa disimpulkan bahwa bilingualisme (kedwibahasaan) adalah kebiasaan atau situasi dalam menggunakan dua bahasa secara bergantian. Sedangkan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas (dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasawanan).
Bilingualisme dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan tipe tipologi kedwibahasaan:
1.      Kedwibahasaan Majemuk (compound bilingualism)
Kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa kemampuan berbahasa salah satu bahasa lebih baik dari pada kemampuan berbahasa bahasa yang lain. Kedwibahasaan ini didasarkan pada kaitan antara B1 dengan B2 yang dikuasai oleh dwibahasawan. Kedua bahasa dikuasai oleh dwibahasawan tetapi berdiri sendiri-dendiri.

2.      Kedwibahasaan Koordinatif / sejajar.
Kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa pemakaian dua bahasa sama-sama baik oleh seorang individu. Kedwibahasaan seimbang dikaitkan dengan taraf penguasaan B1 dan B2. Orang yang sama mahirnya dalam dua bahasa.

3.      Kedwibahasaan Sub-ordinatif (kompleks)
Kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa seorang individu pada saat memakai B1 sering memasukkan B2 atau sebaliknya. Kedwibahasaan ini dihubungkan dengan situasi yang dihadapi B1. Adalah sekelompok kecil yang dikelilingi dan didominasi oleh masyarakat suatu bahasa yang besar sehinga masyarakat kecil ini dimungkinkan dapat kehilangan B1-nya.


II.  PENERJEMAHAN DAN BILINGUALISME
Penerjamahan menurut Nida dan Taber (1969) adalah:

Translating consists of reproducing in the receptor language the closet natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style.

Dari definisi diatas bisa dijelaskan bahwa penerjemahan adalah usaha dalam menciptakan kembali pesan dalam BSu ke dalam BSa dengan padanan yang sedekat mungkin dalam hal makna dan gaya. Selain itu penerjemahan juga selalu ditandai oleh perbedaan sistem dan budaya anatara BSu dan BSa. Untuk mencari padanan dalam hal makna, gaya dan budaya ini, seorang penerjemah harus mempunyai kompetansi bilingualisme yang baik. Bilingualisme memang sangat dibutuhkan dalam penerjemahan tetapi orang yang mempunyai kemampuan dalam memahami dua bahasa belum tentu bisa dkatakan sebagai penerjemah dan belum tentu bisa menerjemahkan dengan baik. Kompetensi lain selain bilingualisme juga harus dikuasai.
Seguinot (1997: 106) berpendapat bahwa penerjemahan tidak hanya melibatkan bilingualisme. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tidak semua orang yang menguasai dua bahasa dapat menerjemahkan dengan baik. Seorang bilingual adalah orang yang mampu menyampaikan pikiran atau ide mereka sendiri dan mengekspresikan ide – ide tersebut secara lisan dalam dua bahasa, yaitu bahasa asli mereka (misalnya Bahasa Indonesia) dan bahasa kedua mereka (Bahasa Inggris). Seorang penerjemah (translator) harus mampu membaca, memahami, dan menguasai ide – ide orang lain, kemudian menerjemahkan ide – ide tersebut secara akurat, komplet, dan berterima dalam BSu maupun BSa tanpa distorsi dalam bahasa lain. Dengan kata lain, bisa disimpulkan bahwa seorang penerjemah adalah pembaca yang pandai dalam bahasa sumber dan penulis yang pandai juga dalam bahasa sasaran.
Dalam melakukan penerjemahan, seorang penerjemah harus bisa mentransfer makna. Seorang penerjemah harus seorang yang mempunyai kemampuan bilingualisme atau mampu memahami kedua bahasa dalam BSu dan BSa. Ada dua jenis penerjemahan yaitu penerjemahan tertulis dan penerjemahan lisan atau biasa disebut interpretation. Dengan kemampuan bilingualisme yang baik, dan didukung dengan pemahaman budaya, seorang penerjemah dan interpreter bisa mentransfer makan BSu ke dalam BSa dengan baik.

Untuk menjadi seorang penerjemah yang baik, penerjemah tersebut juga harus menjadi seorang bilingual. Kemampuan bilingual yang baik akan membantu seorang penerjemah dalam menghasilkan terjemahan yang berkualitas.
Bilingualisme dan penerjemahan tidak bisa dipisahkan, karena penerjemahan membutuhkan kemampuan dalam memahami dua bahasa. Hubungan bilingualisme dan penerjemahan yang lain juga dipaparkan oleh Paul A kolers (1973). Dia mengatakan bahwa orang dengan kemampuan bilingual mempunyai cara yang berbeda dengan penerjemahan dalam kamus dalam menerjemahkan sebuah kata. Orang dengan kemampuan bilingualisme biasanya lebih bermakna dalam menerjemahkan sebuah kata. Dalam menerjemahkan, mereka juga menyesuaikan kata – kata tersebut dengan budaya Bahasa sasaran.
Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa seorang penerjemah pasti mempunyai kompetensi bilingual, tetapi seorang bilingual belum tentu bisa menjadi penerjemah yang baik. 


References
Kadosh, Albert. 2007. Translation and Bilingualism.
Nababan, M.R. 2008. Kompetensi Penerjemahan dan Dampaknya Pada Kualitas Terjemahan. Pidato pengukuhan guru besar penerjemahan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta: UNS. 
Zuchridin S & Sugeng H. 2003. Translation. Bahasa Teori & Penuntun Praktis Menerjemahkan. Yogya: Kanisius.
 









Tidak ada komentar:

Posting Komentar